Di
Asia Tenggara, Patani merupakan Beberapa provinsi perbatasan Selatan Thailand
yang mempunyai jejak kronologi sejarah yang tragis. Pemergian British di tanah
Malaya mewariskan konflik berpanjangan akibat tidak jeli dalam membahagikan
wilayah.
Pada
10 Maret 1909, British dengan licik telah memisahkan empat wilayah Tanah Melayu
untuk menjadi wilayah Siam dengan Perjanjian Anglo-Siamse 1909. Dalam masa yang
sama British juga telah memasukkan Negeri Kelantan ke dalam pentadbiran tanah
jajahan British.
Tujuan
penjajahan ialah menjarah dan merompak harta kekayaan Kelantan. Cara senang
kuasa kolonial British mendapat harta kekayaan ialah dengan memaksa rakyat
Kelantan membayar cukai.
Perjanjian
tersebut , dikenal juga sebagai Perjanjian Bangkok 1909 , adalah perjanjian
antara Inggris dan Thailand pada 1909. Perjanjian ini ditandatangani di Istana
Raja Siam di Bangkok pada 10 Maret 1909 dan diratifikasi pada 9 Juli 1909.
Perjanjian
tersebut jauh lebih penting dalam konteks internasional. Ini adalah hari ketika
negara adikuasa global dunia seperti British atau Inggris Raya melegitimasi
pendudukan Thailand atas Negara Patani. Sedangkan Patani adalah satu-satunya
negara Melayu utara yang tidak disebutkan dalam Perjanjian itu sendiri.
Patani
benar-benar menghilang dari muka peta dan orang-orangnya menjadi orang Melayu
yang terlupakan. Namun, peristiwa yang terjadi di Patani pada awal abad ke-20
bisa dibilang alasan mengapa Britsh sangat ingin mendapatkan Siam untuk
menyetujui meratifikasi Perjanjian 1909.
Kesungguhan
perjanjian ini sebenarnya dijalankan sungguh-sungguh oleh Edward Henry Strobel
Penasehat Urusan Luar Negeri Kerajaan Siam. Dia menemukan beberapa kesepakatan
yang disegel bersama Inggris sebelum dia bertugas pada tahun 1906 di Siam
merugikan Siam terutama urusan perdagangan bilateral dan keistimewaan lain
seperti dalam Bowring (1855) dan Perjanjian Rahasia (1897).
Oleh
itu, ia telah menyatakan kepada WD Beckett seorang pejabat kedutaan Inggris di
Bangkok pada tahun 1907 akan hasratnya untuk menyeimbangkan posisi hubungan
perdagangan dan mencabut hak keistimewaan Inggris di Siam dengan kesediaanya
membujuk Raja Chulalongkorn menyerahkan negeri-negeri Melayu Utara seperti
Kedah, Terangganu dan Kelantan hanya ke Inggris sebagai imbalan .
Tawaran
itu mendapat reaksi positif dari Ralph Paget, Duta Inggris ke Siam serta Sir
John Anderson, Komisaris Tinggi Negeri-Negeri Melayu Bersekutu dan Gubernur
Negara-Negara Selat.
Melalui
Perjanjian tersebut, pemerintah Siam menyerahkan negeri-negeri Kedah , Perlis ,
Kelantan dan Terengganu untuk bernaung di bawah pemerintahan Inggris.
Perjanjian tersebut telah ditandatangani di Bangkok oleh Ralph Paget Duta
Inggris di Siam Mewakili King Inggris dan Irlandia serta Pangeran Devawongse
Varoprakar, Menteri Luar Kerajaan Siam ketika itu.
Rincian Perjanjian
Angglo-Siamse 1909 adalah seperti berikut: - Pertama Penyerahan Kelantan,
Terengganu, Kedah, Perlis, dan pulau-pulau yang berdekatan ke Inggris. Kedua,
Tanggal penyerahan dalam waktu tiga puluh setelah ratifikasi perjanjian, Ketiga
Pengangkatan Komisi Campuran untuk perlintasan Inggris-Siam, Keempat Utang
publik wilayah yang diserahkan akan tetap dibayar kepada Pemerintah Siam,
Kelima Penghapusan yurisdiksi Konsul Inggris di Siam, Keenam Hak rakyat Inggris
di Siam terhadap properti, perumahan dan perjalanan, pajak, dll. Ketujuh
Konfirmasi perjanjian lama, Dan Kedelapan Ratifikasi dalam waktu empat bulan.
Uluh
Dosa Kolonialisme di Asia Tenggara
"Ini
dosa politik bangsa kolonial yang juga berlaku di Asia tenggara, ada
kumpulan-kumpulan etnis dimasukkan ke suatu negara padahal secara culture
masyarakatnya lebih pas dengan negara lain," ujar pemerhati hubungan
antarabangsa Universiti Indonesia (UI) Nurani Chandrawati.
Nurani
menyebutkan konflik Patani merupakan warisan bangsa penjajah selepas
meninggalkan kawasan tersebut. Tidak jelinya mereka mengakibatkan ketegangan
antara etnik. "Namanya juga penjajah, ya terserah seleranya mau bagi-bagi
wilayah," ungkapnya.
Tragisnya,
Menurut Nurani bahwa Kasus yang terjadi di Thailand Selatan dimana Etnis Melayu
Patani menuntut kemerdekaan penuh, kerana ketidaksesuaian faktor sosio-kultural
dengan rezim yang berkuasa penuh, "Pada tahun 1457 kerajaan Melayu Patani
merupakan kerajaan Melayu independent. Keadaan Patani tersebut sama seperti
daerah tetangganya Perlis dan Kelantan di kawasan Malaysia Utara. Namun pada 1875
Patani diduduki oleh penjajah Thailand. Kemudian datanglah Kolonialis British
ke semenanjung Malaka." jelas Nurani.
Dampak
Perjanjian Melahir Spiral Peperangan Patani dan Thailand
Namun semua ini hanyalah sejarah dan sudah
lama dilupakan. Banyak kelompok gerakan Melayu Patani yang sudah mulai aktif
gerakan bersenjata, politik dan sosial, paling tidak, Perjanjian itu merupakan
api yang semakin membara akan ketidakadilan yang terus mereka rasakan.
"Perjanjian
Anglo-Siamese tahun 1909 adalah sejarah. Namun, efeknya berlanjut dan tetap
sampai hari ini. Baik Inggris Malaya dan Siam membuat keputusan mengabaikan
penguasa Melayu Patani dan orang-orang di kedua sisi perbatasan. Itu dipaksakan
oleh persuasi, intimidasi dan penggunaan kekuatan.
Fakta
bahwa orang-orang Melayu Patani di pedalaman Selatan masih memperjuangkan
hak-hak mereka, keadilan dan kebebasan sampai hari ini hanya menegaskan bahwa
Perjanjian 1909 memang merupakan "tragedi" dan mimpi buruk yang
berkelanjutan bagi mereka, "Abu Hafez Al-Hakim, seorang senior anggota
BIPP (Front Pembebasan Islam Patani) dan anggota tim Dialog MARA Patani.
"Sejarah
adalah kunci untuk menyelesaikan konflik sehingga dengan Perjanjian Anglo-Siam
pada tahun 1909 sangat relevan berkaitan dengan proses perdamaian dalam konflik
Patani," Kasturi Mahkota, Presiden PULO (Patani United Liberation
Organization) dan anggota MARA Patani
"Perjanjian
Anglo-Siam adalah bukti bahwa Patani dijajah. Proses perdamaian tidak akan
efektif karena Patani telah diduduki oleh Thailand dan tidak akan mengakui
sebagai etnis Melayu, "Tuan Danial, Direktur LEMPAR (Akademi Patani Raya
untuk Perdamaian dan Pembangunan)
"Kami
setuju dengan proses perdamaian untuk menyelesaikan akar masalah karena
Perjanjian Anglo-Siam menarik batas tanpa disetujui oleh masyarakat Melayu.
Itulah sebabnya pertempuran berlanjut hingga hari ini, "Arifin Soh,
Presiden PerMAS (Federasi Mahasiswa dan Pemuda Patani)
Perjanjian
tersebut menimbulkan perubahan dalam sistem dan struktur sosial masyarakat.
Muslim Patani yang sebelumnya menjadi mayoritas di wilayahnya, kini menjadi
minoritas dalam kekuasaan Siam.
Rakyat
Melayu Patani merasa menjadi warga negara kelas dua dan mengalami intimidasi
oleh militer. Orang Thai menyebut mereka dengan "khaek" yang artinya
pendatang dan juga disebut "Corn bang yeak dindan" yang bermakna
derogatif sebagai separatis atau bandit, karena mereka tidak diakui oleh etnis
Thai dan dianggap sebagai orang asing.
Kendati
demikian, rakyat Melayu Patani tidak mempunyai pilihan, mereka dipaksa menjadi
sebahagian daripada kerajaan Thailand. Sejak itu terjadi pergolakan perlawanan
dan konflik di tanah tersebut hingga sekarang yang tak usai berhenti.
Sumber : kompasiana.com, 09
Maret 2019.
0 komentar:
Posting Komentar