Krisis konflik di
Patani, Thailand Selatan bukan lagi konflik agama, akan tetapi merupakan
konflik etnopolitik antara penduduk Patani dengan pemerintahan Thailand telah
lama puluhan tahun sejak 2004 sampai sekarang, salah satu faktor penyebab yang
tidak bisa dipungkiri bahwa berlarut-larutnya konflik dan kekerasan di area
tersebut tidak hanya disebabkan dan didorong oleh perbedaan kepentingan
politik, melainkan berakar pada identitas kultural. Dari akar-akar itu rakyat
Patani memiliki legitimasi untuk mengklaimkan bahwa daerah Thailand Selatan
yang meliputi, Provinsi Pattani, Yala, Narathiwat, Setun, lima daerah bagian
dari Provinsi Songkhla tidak menjadi bagian integral dari negara Thailand.
Dengan demikian muncul reaksi tuntutan merdeka sebagai inspirasi bagi rakyat
Patani.
Thailand menggelarkan
pemilihan umum (Pemilu), Ahad (24/3) pekan lalu. Sejak terjadi aksi kudeta
militer merebut kekuasaan pemerintahan sipil Yingluck Shinnawatra pada 2014.
Seluruh penduduk Thailand termasuk warga Patani di wilayah bergolak mendatangi
tempat pemungutan suara pertama kalinya.
Setelah lima tahun
Thailand dibawah pemerintahan militer PM Prayuth Chan-ocha dan antusiasme warga
untuk melaksanakan pemilu, namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Thailand menghitung 93 persen suara dalam pemilu.
Hasilnya, Partai Palang Pracharat pendukung junta militer Prayuth Chan-ocha
unggul dengan 7,59 juta suara. Sedangkan pesaingannya adalah Partai Pheu Thai
yang meraih 7,12 juta suara. Kemungkinan besar junta militer Prayuth Chan-ocha
akan mempertahankan kekuasaannya lagi di bawah payung Partai Palang Pracharat
lagi.
Walau bagaimana pun di
era perubahan dan pengembangan politik Thailand sebelum dan setelah pemilu ini,
apakah dalam konteks penyelesain masalah konflik Patani akan memberi harapan
baru bagi rakyat Patani. Apakah perubahan politik kali ini akan mempengaruhi
proses perundingan damai Patani.
Berbicara tentang
masalah di Patani atau waliyah tiga provinsi Thailand Bagian Selatan, tidak
dapat dihindari berbicara tentang konstitusi Thailand, merupakan seperangkat
aturan dasar yang mempengaruhi semua aspek kehidupan social politik di dalam
negara Thailand sendiri. Salah satu pasal yang menyatakan bahwa Negara Thailand
adalah negara yang tidak dapat terpisahkan, sedangkan titik permasalahan
konflik Patani adalah ada keinginan memisahkan diri dari negara Thailand atau
merdeka. Dalam konstitusi edisi sekarang ini berbeda dengan konstitusi edisi
yang sebelumnya yang lebih memberikan peluang untuk menjadi pemerintah sendiri
akan tetapi dengan syarat yang terpenuhi misalnya mampu dalam hal ekonomi,
politik, keamanan dan lain-lain.
Proses perundingan
damai Patani yang pernah dibincangkan pada periode pemerintahan junta militer
Prayuth Chan-ocha dan juga pada periode sebelumnya pemerintahan sipil Yingluck
belum memberi harapan yang sesuai dengan keinginan Gerakan pembebasan Patani
yaitu Barisan Revolusi Nasional (BRN), karena penyelesaian konflik yang
berkepanjangan sejak tahun 2004 sampai saat ini pemerintahan Thailand selalu
menciptakan sandiwara politik tidak komitmen dan serius dalam meangakat masalah
konflik Patani menjadi agenda nasional.
Maka harapan bagi
rakyat Patani terhadap pemilu Thailand yang digelarkan baru-baru ini merupakan
momentum yang diharapakan bahwa pemerintah baru ini akan membawa perubahan
khususnya wilayah bergolak untuk memberi atau lebih memperhatikan masalah
konflik Patani sebagai agenda nasional. Seperti yang telah ditawarkan oleh
beberapa partai politik sebelum pemilu diantaranya; adalah Partai Masa Depan
Baru yang dipimpin oleh Thanathon, sebelum gelar pemilu partai ini
berkesempatan kampanye di wilayah bergolak itu dan membicarakan masalah konflik
Patani. Thanathon Juangroonruangkit selaku pimpinan partai menawarkan sebuah
gagasan yang terkait dengan krisis masyarakat Patani tidak dapat diselesaikan
dengan militer hal tersebut harus diselesaikan dengan politik. Termasuk juga
partai Prachachat yang dipimpin oleh Wan Muhammad Nor Matha seorang tokoh
masyarakat asli Provinsi Yala, Thailand Selatan pernah menawarkan sebuah agenda
partai yang terkait dengan masalah konflik Patani sebelum pemilu digelarkan
yang menyatakan bahwa konflik Patani harus memberi peluang dan kesempatan bagi
penduduk untuk menentukan nasibnya sendiri dalam arti memberi status daerah
otonomi khusus kepada rakyat Patani. Dengan demikian dua partai ini sebagai
Partai pendukung Partai Pheu Thai yang kemungkinan besar akan menduduki kursi
pemerintah, maka hal demikian akan menjadi harapan baru bagi rakyat Patani.
Menurut Romadon Panjor
mengatakan bahwa dirinya pikir yang pertama adalah bahwa pemerintah baru perlu
fokus pada masalah di tiga provinsi perbatasan selatan yaitu Patani.
“Jika kita memperoleh
pemerintahan terpilih dari rakyat atau pemerintahan sipil dengan harapan
komitmen yang tinggi dalam usaha untuk meyelesaikan konflik Patani dengan
mengangkat agenda konflik lebih tinggi bukan hanya karena memiliki konflik dan
kekerasan di wilayah tersebut, akan tetapi sebagai agenda nasional yang
pemerintah pusat Thailand harus bertanggung jawab sepenuhnya tidak mungkin
menyerahkan wewenang penyelesaian konflik Patani kepada lembaga keamanan yang
berpusat di wilayah bergolak walaupun diutuskan oleh pemerintahan pusat,” kata
Romadon saat memberi wawancara dengan wartawan Prachatai.com salah satu media
di Thailand.
Selanjutnya, kata
Romadon, “saya pikir walau bagaimana pun celah untuk proses perundingan damai
sangat penting dengan tidak bisa dihindarkan hanya konten dan arah perundingan
damai seperti apa itu tergantung kepada kedua belah pihak, saya rasa pemerintah
terpilih dari rakyat lebih komitmen dan searah dengan keinginan rakyat Patani,”
pungkas Romadon Redaktur Deep South Watch salah satu media pemantau konflik di
Thailand Selatan.
Akan tetapi jikalau
politik Thailand setelah pemilu pada kali ini tidak ada perubahan yang
diharapkan maka politik Thailand akan mengulangi kembali seperti yang dahulu,
kekuasaan akan di pegang oleh pemerintah junta militer Prayuth Chan-ocha
sehingga keadaan dan harapan rakyat Patani akan terjadi seperti dahulu bahkan
akan lebih meningkat penderitaan rakyat Patani.
Sumber : TUNAS Online,
28 Maret 2019.
Photo : Lauren
DeCicca/Getty Images.
0 komentar:
Posting Komentar