This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 02 April 2019

Menolak Lupa : Genap 8 Tahun Kehilangan Tokoh Ilmuan Patani Yang Maut Ditembak, Jasa Mu Tetap Dikenang Selamanya

NARATHIWAT – Meningat kembali peristiwa penembakan keatas seorang Tuan Guru Haji Abdulwahab Shahabuddin, menyebabkan mangsa maut, kejadian ini berlaku di kawasan lalu lintas jalan raya Banggol Nat Tempat 5 Muqim Marbo’tok Daerah Ratget Wilayah Narathiwat, pada (01/04/2011), pukul 13:23 pm.

Laporan dari masyarakat tempatan mengatakan, pada hari Jumaat tanggal 27 Rabiul akhir 1432h, bersamaan 1 April 2011m, merupakan satu hari yang bersejarah pahit bagi keluarga Ma'had Mesbah El-Ulum, pada hari inilah kita telah kehilangan seorang tokoh yang menjadi pengasas, pembangun dan pemaju yang berjasa kepada Ma'had Mesbah El-Ulum. Beliau telah banyak menaburkan jasanya kepada masyarakat, dalam menyampaikan ilmu pengetahuan kepada anak bangsanya.

Almarhum adalah seorang tokoh ilmuan dan ulama yang sentiasa memberikan tunjuk ajar kepada muridnya, demi melahirkan insan kamil dan manusia yang mencintai ilmu pengetahuan dan diredhai oleh Allah SWT. Almarhum Tuan Guru Haji Abdulwahab Shahabuddin telah menghembus nafas terakhirnya dan kembali ke rohmatullah di Hospital Ranget, Tanjung Mas (Ra'nget), pada jam 14.15 di hari Jumaat yang mulia "Innalillahi Wainna Ilaihi Rajiuun".

Pemergian almarhum adalah akibat daripada suspek yang menggunakan senjata berat, yang melepaskan beberapa das tembakan ke arah kenderaan yang dipandu oleh almarhum.

Sebaik saja almarhum selesai menunaikan fardu Jum'at di Masjid Banggolranab (Banggolraneng), dan didalam perjalanan dari masjid untuk pulang ke rumahnya di Ma'had Mesbah El-Ulum, Kampung Kubangbadak, Tempat 7, Mukim Marbol Tjatoh, Daerah Ra'nget (Rakeng), Wilayah Narathiwat.

Jenazah almarhum Tuan Guru Haji Abdulwahab bin Shahabuddin telah disolat jenazah di Masjid Ma'had Mesbah El-Ulum, tepat pada jam 21.00, di mana telah dihadiri oleh warga negara kurang lebih 2,000 orang. Yang terdiri daripada saudara mara, penduduk-penduduk setempat, masyarakat sekitar, para pelajar, rakan taulan dari jauh dan dekat bagi mengiringi jenazah almarhum kembali menemui Illahi, serta mengucapkan takziah diatas kehilangan almarhum sebagai kali terakhir. Jenazah almarhum Tuan Guru Haji Abdulwahab Shahabuddin telah disemadikan dan dikebumikan di tanah Perkuboran Banggol Renab (depan Masjid Banggolraneng).

Pemergian almarhum adalah satu lagi kehilangan yang sukar dicari ganti, kerana sewaktu hayatnya, selain dari penglibatan almarhum didalam membangun ilmu agama Islam kepada masyarakat, almarhum juga merupakan seorang tokoh yang bergiat cergas didalam mempertahankan dan memperkukuhkan kewujudan bahasa Melayu di bumi Patani tercinta ini.

Semoga Allah SWT. sentiasa mencucuri rahmat ke atas roh almarhum dan ditempatkannya sebarisan dengan para mujahid yang telah mengorbankan dirinya didalam menyebarkan risalah Ilahi di dunia, آمين

"Pulau Pandan jauh ke tengah,
Gunung Daik bercabang tiga.
Hancur badan di kandung tanah,
Budi baik dikenang selama-lamanya".












Senin, 01 April 2019

Patani; Perjuangan Pembebasan dan Iredentisme

Konflik yang sudah berlangsung lebih dari dua ratus tahun lebih yang terjadi di Thailand Selatan adalah konflik yang berbasis berelemen identitas etnis merupakan salah satu contohnya. Konflik ini seakan-akan membenarkan asumsi bahwa globalisasi dan situasi pasca Perang Dingin mengubah bentuk dan sifat konflik.

Masa Perang Dingin ditandai dengan banyaknya pertikaian bersenjata antarnegara yang merupakan bentuk-benuk proxy war karena terlibatnya kekuatan adikuasa di balik perang-perang tersebut. Setelah perang dingin sifat konflik seringkali dikatakan berubah dari konflik antarnegara menjadi konflik di dalam negara yang diwarnai dengan berbagai benturan identitas.

Konflik yang terjadi di Thailand Selatan tidaklah selalu relevan dengan asumsi tersebut sebab konflik ini telah berlangsung lebih dari dua abad. Namun benar jika dikatakan bahwa fenomena globalisasi sedikit banyak berpengaruh pada perjuangan masyarakat Muslim Thailand Selatan.

Terdapat tiga organisasi utama sebagai wadah perjuangan kaum muslim Thai, yaitu BNPP (Barisan Nasional Pembebasan Thai), BRN (Barisan Revolusi Nasional), dan PULO (Pattani United Liberation Organization).Ketiganya sama-sama berjuang untuk kebebasan dan mengurangi dominasi pemerintah Thailand.

Menurut Suhrke Burr, A. (1977). dalam Group Ideology, Consciousness and Social Problems: A Study of Buddhist and Muslim mengatakan Merdeka menjadi tuntutan dan target tertinggi karena “Hanya dengan kemerdekaan tujuan melayani rakyat dapat tercapai,” Perlu diketahui bahwa strategi perjuangan kaum Muslim Thai terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu pemisahan diri total, dan penggabungan dengan federasi Thai dalam bentuk otonomi dan penggabungan diri dengan Malaysia.

Sekalipun ketiga-tiganya merupakan hal yang sangat sulit terwujud, perjuangan dengan elemen iredentis merupakan tujuan yang hampir tidak mungkin tercapai. Perjuangan iredentisme lebih sulit dilakukan daripada perjuangan pemisahan diri karena resiko kegagalannya lebih besar daripada perjuangan pemisahan diri. Perjuangan iredentis harus mampu melepaskan diri terlebih dahulu dari “negara induk”nya sebelum bergabung dengan negara tujuan.

Perlawanan besar pertama kali terjadi pada November 1945 diprakarsai oleh Tengku Abdul Jalil. Ulama ini meminta dukungan Inggris bagi pembebasan Thai Selatan dengan petisi yang berbunyi:
                  
“Patani adalah negara Melayu, yang sebelumnya dipimpin oleh Raja-raja Melayu selama beberapa generasi. Sekarang bangsa-bangsa Sekutu harus membantu pengembalian Negara ini ke Melayu, agar kami dapat bersatu dengan Negara-negara Melayu lainnya di semenanjung .”

Setelah perlawanan 1945, terjadi beberapa kali kejadian serupa. Perjuangan bangsa Patani ini merupakan hal tak kunjung padam dan menjadi salah satu perjuangan pembebasan paling lama. Bagi pemerintah Thailand, masalah Thailand Selatan menjadi masalah nasional utama yang mengganggu dalam upaya nation building dan selalu menjadi faktor destabilitas nasional. Perjuangan tersebut berakar dari beberapa sebab utama, di antaranya:

Politik asimilasionis yang berlebihan dari pemerintah Thailand menyebabkan terancamnya identitas Melayu. Dalam upaya nation building, pemerintah Thailand menggunakan strategi asimilasionis yang berlebihan kepada rakyatnya.

Bagi bangsa Patani, cara-cara represif merupakan simbol penolakan identitas Melayu mereka sampai sekarang, karena pemerintah Thai menghendaki satu masyarakat Thai dengan identitas Thailand. Pendekatan militer semakin menjauhkan tujuan integrasi yang hendak dibangun. Penyeragaman tersebut menyebabkan rakyat Patani secara sistemik dimarginalkan dari mainstream politik, sosial, ekonomi Thailand.

Cara-cara represif yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut membuat rakyat Patani merasa teragregrasi ke dalam kutub yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah. Contohnya, pemerintah tidak mendukung penggunaan bahasa Melayu, apalagi mengajarkannya sekalipun sebagai bahasa kedua di sekolah-sekolah

Selain itu Pondok yang merupakan lembaga pendidikan utama kaum Muslim Melayu Patani terancam keberadaaannya setelah Pemerintah Thailand memberlakukan Compulsary Education Act pada tahun 1921. Peraturan baru ini mengharuskan para siswa muslim untuk bersekolah di lembaga pendidikan formal sekuler yang dikelola oleh pemerintah.

Demikian itu, Peraturan baru ini membawa implikasi luas bagi keberadaan lembaga pendidikan Islam, seperti tidak diakuinya ulama oleh negara, terjadinya persaingan antara sekolah sekuler dan pondok dalam hal menciptakan solidaritas di antara masyarakat, menurunnya status sosial, politik dan ekonomi ulama. Ketika pemerintah menggabungkan sekolah agama dengan sekolah sekuler dalam sistem pendidikan nasional, terdapat resistensi kuat dari para elite agama.

Sejak saat itu secara periodik sering terjadi perlawanan dan pemberontakan. Ketidakpuasan atas peraturan baru tersebut mendorong Haji Sulong, pada tahun 1940-an pemimpin Dewan Islam Patani, pada tahun 1940-an, atas nama propinsi Yala, Pattani, Narathwat, dan Satun untuk mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah Thai agar Bangkok “to support education in the Malay medium up to the fourth grade in parish schools within the four provinces” dan “use the Malay language within government offices alongside Thai”.

Selain itu, mereka menuntut diberikannya posisi kepada seorang Muslim yang lahir di wilayah-wilayah ini yang memungkinkannya memiliki kekuasaan untuk mengatur segala urusan yang berkaitan dengan empat provinsi tersebut. Hal lain yang menjadi tuntutan mereka adalah diberikannya 80 persen muslim yang lahir di empat propinsi tersebut menjadi pegawai pemerintah yang ditempatkan di wilayah-wilayah tersebut. Tuntutan ini berakhir dengan dibubarkannya Dewan Islam Patani dan “hilang”nya Haji Sulong. Tragedi ini menyulut pemberontakan-pemberontakan berikutnya

Ikatan historis dan psikologis dengan bangsa Melayu di Malaysia

Seperti disebutkan di atas, salah satu alasan kuat rakyat Patani membangkit Perlawanan adalah karena keinginan Merdeka yang utama dan juga mereka bergabung dengan klin ethnic di wilayah Kedah, Kelantan dan Trengganu, yang merupakan bagian dari sejarah masa lalu bangsa Melayu. Menurut Burr Terdapat cukup banyak bukti empiris mengenai kehendak kaum muslim Patani bergabung dengan Malaysia.

Secara historis, dukungan berasal dari negara bagian Kelantan di Malaysia. Poros Kelantan-Patani bertujuan melepaskan Patani dari kekuasaan kerajaan Siam. Pada masa-masa awal perjuangan, beberapa kelompok pejuang memiliki tujuan yang berbeda tentang Merdeka diri dari pemerintah Thailand, walaupun beberapa kelompok perjuangan iredentis masih menghendaki menjadi bagian Malaysia.

Beberapa elemen masyarakat Malaysia memberi dukungan moral kepada muslim Patani, seperti yang diberikan oleh Parti Islam se-Malaysia (PAS). Hal ini merupakan perkembangan menarik, bahwa iredentisme Patani tidak berkembang menjadi konflik antar Negara (dalam hal ini antara Malaysia dan Thailand). Hal ini diistilahkan oleh Suhrke (1975) sebagai “irredentism contained”.

Perbedaan etnis antara Thai dengan Melayu berdampak pada keterbelakangan ekonomi di Patani, Thailand Selatan. Kesenjangan ekonomi tersebut disebabkan karena pemerintah Thai dianggap kurang memberi perhatian pada kesejahteraan rakyat setempat. Situasi ekonomi seperti ini bisa jadi merupakan fakta sekaligus persepsi mereka pada sikap pemerintah Thai.

Secara faktual, kemakmuran Muslim di wilayah ini lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain di Thailand, apalagi dibandingkan dengan rakyat di Malaysia. Hal ini dapat menyebabkan kecemburuan di kalangan Muslim Patani, terutama di propinsi.

Program-program pembangunan yang tidak cukup dilakukan di wilayah selatan juga menyebabkan jurang yang lebih lebar antara dua etnis yang berbeda di Thailand. Selain itu proyek-proyek pemerintah yang tidak dilakukan di wilayah selatan dianggap sebagai kurangnya perhatian bagi mereka. Secara persepsional, pemerintah Thai dapat dianggap diskriminatif.

Jika pemerintah membangun proyek di Thai Selatan, menurut perspektif kaum muslim Patani pemerintah Thailand melakukan invasi teritorial atas wilayah mereka.

Oleh karena itu wajar bila muslim Patani mengorganisasi diri untuk melakukan perlawan untuk pembebasan diri. Beberapa sarjana melukiskan kondisi ini sebagai “kolonisasi internal”

Sumber : TUNAS Online, 01 April 2019.
Photo : ist/thedailyjournalist

Peran Perempuan Patani Dibawah Tekanan Militer


15 Tahun kerusuhan konflik dan kekerasan di Patani, provinsi di perbatasan selatan yaitu provinsi Narathiwat, Yala, Pattani, Setun, dan lima distrik dalam provinsi Songkhla telah mengakibatkan banyak kehilangan nyawa dan harta benda merusak mendampak terhadap kondisi sosial masyarakat dan penghidupan rakyat awam. Lebih-lebih lagi itu kondisi mental, perasaan, dan masyarakat secara langsung dan tidak langsung. Salah satunya yang harus menerima nasib penderitaan berat adalah perempuan dan anak.

Dikutip dari media page Facebook Perwani, baru-baru ini Persatuan Perempuan Patani (PERWANI) menyelenggarakan kegiatan diskusi tingkatkan kemampuan perempuan dengan pembangunan perdamaian (Bicara Perempuan Patani) digelar di tempat pusat pendidikant taman didikan kanak-kanak (tadika), Masjid Nurhayatuf Syarif, distrik Sabayoi, Provinsi Songkhla, Jum’at (22/3/2019) pekan lalu.

Kali ini Bicara Perempuan Patani mengangkat tema “Peranan dan Fungsi Perempuan dalam membangun keluarga bahagia”, acara ini menghadiri peserta ibu-ibu di masyarakat sekitar.

Perwani melakukan berbagai kegiatan di daerah yang terjadi konflik, seperti memberikan pelatihan dan pendampingan terhadap para janda yang suaminya menjadi korban kekerasan militer. Namun, para militer Thailand yang bertugas di Patani selalu mengencam dan tindakannya yang menekankan agar program kegiatan yang dilakukan oleh Perwani tidak bisa dilaksanakan dengan baik.

“Banyak tantangan yang dihadapi kami saat menjalankan program di masyarakat karena pemerintah tak mendukung kami, bahkan kantor kami pernah didatangi militer. Begitu juga ketika kami turun ke kampung karena militer selalu memantau kami,” kata Huda binti Husen aktivis Perwani, sebagaimana dikutip dari tabloidjubi.com.

Pewani adalah kelompok civil society organizations (CSO) yang mengkampanyekan hak-hak perempuan Patani, terutama mereka yang jadi korban kekerasan. Perwani berharap membangun kekuatan dalam menjaga perlindungan hak dalam tekanan agar mereka bisa hidup sehari-hari seperti masyarakat umumnya dan siap untuk menghadapi berbagai masalah di tengah-tengah kerusuhan yang terjadi.

Huda melanjutkan bicaranya dengan wartawan Jubi di Patani, kami memotivasi dan mendampingi para perempuan untuk meningkatkan ekonomi keluarganya. Terutama para janda, bagaimana mereka membentuk kelompok usaha. Kami juga memberi pemahaman kepada remaja wanita mengenai hak asasi, hukum dan lainnya, agar mereka bisa melanjutkan perjuangan para aktivis di Patani.

“Namun kadang ketika kami akan membuat program pelatihan di kampung, ada kepala kampung yang tak mengizinkan, karena takut militer. Ketika kegiatan kami berlangsung, banyak militer datang. Akhirnya ibu-ibu ketakutan. Mereka takut ditangkap militer setelah pulang ke rumah,” pungkasnya.

Sumber : TUNAS Online, 31 Maret 2019.
Photo : PERWANI.