Jumat, 29 Maret 2019

Dua Tahun Belum Terungkap, Pembunuhan Pemuda Patani di Resak, Narathiwat

Dua tahun berlalu, misteri pembunuhan yang menewaskan Asan Husen (30) dan Ismail Hama (28), tak kunjung terkuak. Dua pemuda asal Patani itu ditembak tewas di distrik Resak, Provinsi Narathiwat, Rabu (29/3/2017).

Dua pemuda ini jelas kematiannya akibat dari penembakan tentara Thailand. Salah satu saki, anak usia 15 tahun yang merupakan adik daripada Ismail (almarhum) yang ikut dalam rombongan saat itu, dia menolak pernyataan dari pemerintah tentara yang mengatakan terjadi pertempuran.

Dikutip Media Wartani, remaja tak mau disebut namanya itu mengungkapkan bahwa peristiwa penembakan terjadi saat itu bukanlah keadaan pertempuran antara aparat dengan kakaknya, sebab "abang tak melawan.”

“Abang dan kawannya tak bawa senjata,” kata adik almarhum saat diwawancarai oleh Media Wartani di rumahnya.

Namun tetap saja pihak tentara itu beralasan bahwa, menembak kedua korban saat itu terjadi bentrok pertempuran hingga mereka terbunuh.

Pemerintah mengukuhkan, dari Direktur Internal Security Operations Command (ISOC) memberikan pernyataan kepada publik saat itu bahwa dua korban ini melibatkan dalam kasus pembunuhan terhadap wakil kepala Desa di distrik Resak, yang menyebabkan 4 orang tewas, tanggal (2/3/2017).

Kendati, salah seorang pengacara muslim dari lembaga bantuan hukum, Muslim Attorney Centre (MAC) yang bertanggung jawab pada kasus pembunuhan di luar hukum (exstra judicial killing) mengatakan bahwa kasus ini tak bisa bertindak lanjut karena ada beberapa faktor diantaranya, karena pembuktian tidak kuat dan keluarga dari pihak korban tak mau mendakwa untuk proses peradilan disebabkan juga ada faktor tekanan dan ancaman dari pemerintah.

“Ini ada tekanan dari pemerintah kepada keluarga pihak korban,” tambahnya.

“Sampai sekarang kasus ini hanya tinggal kenangan pahit, sementara pihak keluarga korban memilih diam,” kata pengacara muslim yang bertugas di wilayah konflik itu.

Meskipun itu tidak ada tuntutan lagi dari pihak keluarganya. Kasus yang belum terpecahkan itu seolah menjadi catatan hitam bagi masyarakat Patani, dan tidak akan pernah dilupakan begitu saja.

Almarhum, baru setahun pulang ke tanah kelahirannya setelah menyelesaikan studi dari Indonesia dan sehari-hari bekerja sebagai guru dan mengajar di sebuah sekolah.

Dalam peristiwa kali ini yang lebih parahnya, anak usia 15 tahun yang terselamatkan dari peristiwa ini berada dalam kondisi depresi tinggi tidak mau berbicara sama siapa pun dan saat didatangi orang untuk mewawancarainya nampak sangat tegang, bahkan banyak menangis.

Sejak 15 tahun lalu, wilayah paling selatan ini mengalami konflik akibat kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh Negara terhadap masyarakat sipil di wilayah itu. Terakhir ini, upaya-upaya penyelesaian konflik antara pemerintah Thailand dengan kelompok gerakan MARA Patani tak jelas arah, akhirnya gagal.

Sumber : TUNAS Online, 29 Maret 2019.
Photo : Ismail Hama/MIN.

0 komentar:

Posting Komentar