Kamis, 07 Februari 2019

Perang Intelektual Dalam Perdamaian Aceh


Oleh: Mudasseer  Slatasoh, Muhamadrofee  Maming, Buraidah  Chelong (Catatan Tiga Mahasiswa Asal Patani di Aceh).

Belajar dari perjuangan GAM yang berakhir dengan kesepakatan perdamaian yang biasa dikenal dengan MoU Helsinki, Kami mendapatkan empat Faktor yang membawa perdamaian tersebut: (1)Pergerakan Intelektual Aceh, (2) Keterlibatan Dunia Internasional, (3) Kebijakan Pemerintah Indonesia dan (4)Sikap Politik GAM.

Peranan Gerakan Intelektual Aceh

Peranan Gerakan Intelektual Aceh bermula dari para mahasiswa universitas dengan dukungan dosen dalam berdiskusi dan berbagi pengetahuan. Tujuan awal gerakan mahasiswa ini untuk menelurkan ide, pemikiran, Mobilisasi (massa) atau Demonstrasi, Lobby, dan Kampanye. Pada mulanya gerakan ini berjalan secara sembunyi-sembunyi di zaman Otoriter Suharto.

Universitas adalah tempat yang tepat untuk melakukan aktifitas dan diskusi mengenai isu-isu demiliterisasi, HAM, Demokrasi dan Perdamaian. Termasuk didalamnya mengalisa dinamika politik Indonesia di bawah presiden Soeharto. Sebab itu kaum intelektual Aceh terlibat dalam perubahan politik indonesia dari otoriterian ke demokrasi.

Selama Pemrintahan Soeharto, Politik indonesia dianggap sebagai Diktator. Rakyat Indonesia tidak memilki suara dalam hal politik pada saat itu. Karena itu, Mahasiswa berdemosntrasi untuk menjatuhkan Pemerintahan Soeharto. Intelektual Aceh juga mendorong gerakan ini bersama mahasiswa seluruh Indonesia. Para Intelektual aceh menyadari bahwa klaim politik tidak dapat dilakukan jika aturannya tidak demokratis. Hingga Akhirnya Pemerintahan soeharto dijatuhkan pada 1997.

Perubahan Politik ini memberi perubahan terhadap kebijakan politik aceh. Pemerintah Indonesai menghapuskan Status Daerah Operasi Militer (DOM) pada 7 Agustus 1998.

Kebijakan Pemerintah Indonesia

Setelah tahun 1998, Ketakutan rakyat terhadap pemerintah soeharto pupus. Presiden telah digantikan oleh BJ Habibi. Kebijakan Habibi adalah menekan desentralisasi dan mencoba membatasi peran militer dalam politik. Selanjutnya mengarahkan Komisi Hak Azasi Manusia Internasional untuk turun ke Daerah Operasi militer bagi menyelidiki kemungkinan penganiayaan di kawasan tersebut. Berdasarkan Hasil investigasi, presiden Habibie mengeluarkan perintah pembatalan Daerah Operasi Militer.

Setelah Abdul Rahman Wahid diangkat menjadi presiden dalam pemilu, suasana politik mengindikasikan politik yang terbuka kepada rakyat. Pendekatan yang lebih terbuka membuat kondisi politik Indonesia tampak seperti tidak pernah terjadi sebelumnya. Hal ini membuat Organisasi-organisasi mahasiswa baik di Jakarta Maupun Aceh mulai bangkit. Karena Pemerintah Indonesia yang sebelumnya membatasi hak-hak berekspresi dalam politik, kini menuju negara yang lebih demokratis.

Ruang publik semakin terbuka di tahun 1999. Rakyat dan Mahasiswa Aceh berkumpul untuk menuntut referendum dan kemerdekaan Aceh. Lebih dari Satu Juta Lima Ratus masyarakat berkumpul di Mesjid Raya Abiturrahman, untuk mengumumkan seruan penyelesaian masalah aceh secara adil dan demokratis.

Kebijakan Pemerintah Indonesia membuka Jalur perundingan sebagai usaha penyelesaian koflik aceh. Presiden Abdurrahman Wahid mengundang Hendry Dunant Center 9HDC) menjadi fasilitator dialog antara Pemerintah Indonesai dengan Pejuang GAM, pada Mei 2000.

Sikap Politik GAM dalam Menerima Dialog

Sikap Politik GAM terhadap negosiasi damai tidak dapat terjadi jika GAM tidak mampu bernegosiasi. Gerakan Aceh Merdeka dapat bergerak dalam berbagai cara. Hal ini berlaku karena Indonesia mulai menggunakan demokrasi sebagai dasar penetapan kebijakan.

Gerakan Aceh Merdeka bergerak cepat untuk menunjuk pemimpin delegasi yang berfungsi mencari solusi penyelesaian konflik aceh dengan cara dialog. GAM ingin menunjukkan kemampuan negosiasi  untuk mencapai keadilan bagi kedua belah pihak.

Dari Proses Di Pihak GAM ini, membuat kita melihat dengan jelas, Kesediaan GAM dalam dialog untuk mencari penyelesaian konflik yang berlarut2 ini. Sikap politik GAM terhadap negosiasi damai ini menjadi salah satu sebab Pemerintah rela untuk berdialog dengan GAM.

Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan kebijakan Pemerintah yang jelas berpegang pada perdamaian tanpa menggunakan kekerasan dalam penyelesaian masalah, termasuk di dalamnya saling menghormati. Hal ini bukan sekedar kebijakan, tetapi ditunjukkan dalam implementasi pemerintah. Fakta ini membuat Pihak GAM percaya lebih banyak kepada pemerintah dan boleh menerima Negosiasi di Helsinki.

“Kesimpulan yang dapat kami ambil, bahwa Sikap politik pejuang GAM dipengaruhi oleh adanya political will Pemerintahan Indonesia." Ketika Pemerintah Indonesia terbuka untuk dialog, maka pihak pejuang dengan senang hati mengikuti.

Ditambah lagi Pihak penengah HDC turut meyakinkan Pejuang GAM untuk memulai dialog guna mengakhiri pera Aceh.

Keterlibatan Dunia Internasional

Keterlibatan dunia internasional terjadi setelah tekanan intelektual aceh. Intelektual Aceh ingin mennigkatkan skala konflik aceh menjadi masalah internasional.

Pada awalnya Intelektual aceh membentuk jaringan di tingkat universitas, membentuk ruang publik untuk menyebarkan informasi kepada rakyat indonesia mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Aceh.

Hal ini dianggap menaikkan level konflik antara aceh dengan pemerintah Indonesia ditambah lagi dengan datangnya pemain baru, yaitu Aktivis-aktivis dan mahasiswa yang bergerak membangun isu-isu Aceh seperti pelanggaran HAM dan Kejahatan yang di lakukan pemerintah indonesia terhadap rakyat Aceh.

Setelah memiliki organisasi di berbagai kampus, intelektual aceh mulai membangun rangkaian jaringan dengan berbagai organisasi masyarakat di Indonesia, khususnya organisasi yang bergerak di bidang HAM. Karena itu Organisasi masyarakat memberikan dukungan dengan bekerjasama untuk menyampaikan informasi apapun terkait dengan konflik aceh.

Kerjasama di tingkat universitas dan organisasi masyarakat untuk mendorong Kampanye "Komite Dukungan Hak Asasi Manusia Aceh - Support Committee Human Right for Aceh" agar masyarakat Internasional dapat melihat dan menaruh perhatian terhadap pelanggaran HAM di Aceh.

Ketibaan organisasi internasional pada masa itu tidak dianggap sebagai intervensi di negara ini sama sekali, kareana Dunia internasional masuk untuk memperhatikan pelanggaran HAM dan hak serta kebebasan rakyat Aceh dalam ekspresi politik.

Secara lebih dalam dapat kita perhatikan, proses ini dimulai oleh intelektual Aceh yang umumnya dimulai dari kampus. Karena kaum intelektual dianggap sebagai asal proses pemikiran bagi semua orang. Jika pengetahuan diterapkan, orang akan melakukannya dengan cara berbeda-beda. Sebagian orang dapat mengorganisir pekerjaan kolektif dengan satu ideologi yang sama seperti yang terjadi pada masalah Aceh.

Rangkaian organisasi di jakarta yang mempublikasikan berbagai pelanggaran HAM di Aceh, didukung oleh kemauan rakyat untuk menunjukkan kengininan mereka di ruang publik dan menyatakan apa yang mereka fikirkan. Sudah tentu ruang publik ini menjadi bagian dari aturan demokrasi dimana setiap orang memiliki hak yang sama. Jika Pemerintah memberi peluang kepada rakyat untuk berbicara dan menyatakan kebutuhan mereka sendiri, maka akan membawa kepada dialog dan ide untuk membawa keamanan  bagi semua pihak.

Pembelajaran Dari Aceh Untuk Patani

Perkara yang harus deiplajari bagi Patani adalah berkumpulnya intelektual Aceh yang membawa perdamaian ke Aceh.

Saat ini Patani mempunyai banyak organisasi mahasiswa yang bergerak pada isu politik Patani. Namun yang menjadi perhatian saya adalah organisasi ini tidak bekerjasama karena perbedaan gagasan. Namun demikian organisasi-organisasi ini memilki tujuan yang sama yaitu menjadikan dialog sebagai jalan penyelesaian konflik bersenjata.

Karena Pergerakan Mahasiswa tidak berpotensi melobi pemerintah, Mahasiswa patani perlu bekerjasama menjadikan satu gerakan yang berfungsi dan berpengaruh di berbagai bidang. Bagaimanapun juga, hal pertama yang boleh dibagi adalah keterbukaan gagasan supaya terdapat ruang bagi para mahasiswa untuk berdialog dan bertukar gagasan. Jika Mahasiswa patani sudah bersatu, maka kerja selanjutnya adalah merangkai jaringan dengan organisasi di luar Patani. Hal ini untuk menyambung informasi kepada organisasi di dalam negara mengenai apa yang terjadi di kawasan Patani. Organisasi lokal akan menjadi corong bagi organisasi lain untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat agar mereka memahami situasi Patani.

Jika informasi ini disebarkan, Dunia internasional akan menunjukkan minatnya terhadap isu ini. Forum internasional akan bekerja untuk menarik organisasi internasional masuk ke kawasan konflik. Baik itu informasi yang disampaikan oleh organisasi maupun berita yang beredar melalui media sosial, akan membuat negara lain menyadari apa yang terjadi di kawasan tersebut. Biasanya dunia internasional hanya menerima informasi dari sebelah pihak (misalnya Pemerintah saja), tentunya berita yang dikontrol pemerintah memberikan informasi yang tidak benar.

Sehingga, walau bagaimanapun,organisasi lokal harus terbuka untuk bekerjasam dengan berbagai organisasi di luar kawasan. Jika organisasi lokal tidak dapat menerima pendapat yang berbeda, maka penyelesaian konflik tidak akan berhasil dilakukan, karena konflik adalah sifat manusia.

Karena itu Bekerjasama adalah perkara yang paling penting. mencapai tujuan bersama bagi benyak organisasi. Sudah barang tentu, konflik ingin diselesaikan dengan negosiasi antara berbagai pihak. Masyarakat ikut terlibat guna memastikan suara mereka dipertimbangkan.

Sumber : Dialeksis, 06 Februari 2019.

0 komentar:

Posting Komentar