Kamis, 07 Februari 2019

101 Tahun Sekolah TADIKA di Patani


Pertumbuhan lembaga pendidikan untuk anak-anak di Patani, Thailand Selatan ini meranjak usia sekitar 101 tahun, TADIKA singkatan dari “Taman Didikan Kanak-kanak” merupakan wadah atau lembaga masyarakat yang menyelenggara dalam pendidikan keagamaan dan kebudayaan Melayu bagi kanak-kanak yang memiliki identitas Melayu dan agama Islam di wilayah-wilayah selatan Thailand ini semua melewati lembaga tersebut.

Pada tahun 1918, seorang pelancong dari Johor ( Salah satu Negeri Persekutuan Malaysia sekarang) memasuki di Patani, Ia membuat catatan apa yang dilihatnya selama di Patani. Seketika ia berada di daerah BaNa, Sunggai panae, Distrik Muang hari ini, dia terkagum karena belum pernah melihat Seluruh Nusantara (di wilayah Semenanjung Melayu) yang mengadakan pendidikan kepada anak-anak.

Di masa lalu, pelajar kebanyakan di kalangan orang muda dan tua, Anak-anak jarang belajar, hanya belajar Al-Quran, Namun apa yang dilihatnya di sana ia mencatakan dalam bahasa Melayu Jawi, "يڠ بلاجر دودوق اتس بڠكو اد ميجا يڠ مڠاجر برديري ڬونا ڤاڤن", artinya “Yang belajar duduk diatas meja yang mengajar berdiri di Papan tulis”, Itu yang dia tulis, Anak-anak duduk di meja, ada meja dan kursi, guru berdiri untuk mengajar, sulit untuk melihat bahwa guru agama berdiri untuk mengajar, sedangkan kerapkali memakai sistem pengajaran Islam kuno Baik instruktur maupun pelajar duduk di lantai.

Jenis pengajaran ini disebut sekolah, 5 hari pengajaran dan pembelajaran yang merupakan pengajaran sistematis Tidak ada sistem pondok, tetapi adalah sistem kelas Di sini disebut sekolah bukan bahasa Arab.

Kata Sekolah berasal dari bahasa Turki ‘sekola’, tetapi bahasa Inggris disebut School sampai 1949, pemerintah baru saja mulai membangun sekolah akedimik di wilayah tersebut, namun sekolah-sekolah di kota itu sudah ada di Patani, (Yaitu Sekolah Benjamarachuthit) tetapi masih tidak menyebut sekolah saat ini seperti sekolah tinggi Yang dibangun pemerintah pada 1917 sebelum Tadika 1 tahun.

Justeru Ketika pemerintah Thailand membangun sekolah dasar di masyarakat dan daerah Pemerintah telah membuat sekolah besar sejak era 1949, Karena itu membuat orang Patani memanggil sekolah Thailand, manakala Tadika itu disebut Sekolah Melayu, sehingga ada perbandingan antara Sekolah Melayu dan sekolah Thailand yang baru dibangun.

Saat membandingkan Karena itu mengakibatkan muncul tentangan di kalangan warga dan pemerintah, ketika pemerintah Thailand membangun sekolah dasar sebelum memanggil sekolah Thailand (Disebut sekolah dasar kemudian),Pembangunan sekolah dasar tidak berhasil dan populer di kalangan warga Patani. Akhirnya, pemerintah Thailand melarang sekolah-sekolah Melayu (perintah tertutup) , tuntutan penutupan menyebabkan konflik itu dimulai dengan kekerasan semasa perdana Pibul Songkram. 

Keresahan dan Desakan warga Patani sehingga muncul kasus menangkap guru-guru Tadika, menculik guru, sampai pemerintah Thailand tampaknya lebih bermasalah. Akhirnya juga diperintahkan untuk dibuka kembali Karena Kementerian dalam Negeri mengumumkan peraturan Peraturan tentang pendidikan dan pendidikan yang ketika dibuka kembali, ada syarat yaitu 1, jangan panggil sekolah Melayu (semasa itu, kata Melayu juga dilarang).

Kemudian Pada tahun 1951, sekolah tersebut diguna dengan nama TADIKA, karena dilarang memanggil sekolah-sekolah Melayu, Karena itu merupakan kata baru, istilah baru yang disingkat dari Taman Didikkan Kanak-kanak, nama ini berasal dari menyalin sekolah-sekolah Inggris yang membangukan buat kanak-kanak Melayu di Pulau Pinang (Penang, Malaysia) untuk belajar.

Setelah itu, Tadika tersebut harus belajar pada hari-hari yang tidak normal Sekolah Thailand, Sekolah Thailand membuka pada hari Senin hingga Jumat, sedangkan sekolah TADIKA Hanya hari Sabtu dan Minggu, adapun mata pelajaran lain seperti Sejarah Sosial, Matematika, Mata Pelajaran akademik di Dunia, telah dipotong selama 2 hari, hanya ada waktu untuk belajar agama dan bahasa Malayu dasar.

Sekolah-sekolah Melayu hanya dipanggil secara lisan bagi warga daerah tersebut, namun Tadika sebagai nama resmi Thailand untuk dihindari kata-kata Melayu yang tersirat dengan identitas nasionalisme Melayu Patani. Secara tidak sadar, pemerintah Thailand mencoba untuk mengapuskan identias dan jati diri bangsa Melayu Patani, sehingga mereka lupa akan bahasa ibunda sendiri, yaitu bahasa Melayu.

Sumber : TUNAS Online, 05 Februari 2019.

0 komentar:

Posting Komentar