Pertumbuhan lembaga pendidikan untuk anak-anak di Patani,
Thailand Selatan ini meranjak usia sekitar 101 tahun, TADIKA singkatan dari
“Taman Didikan Kanak-kanak” merupakan wadah atau lembaga masyarakat yang
menyelenggara dalam pendidikan keagamaan dan kebudayaan Melayu bagi kanak-kanak
yang memiliki identitas Melayu dan agama Islam di wilayah-wilayah selatan Thailand ini semua melewati
lembaga tersebut.
Pada tahun 1918, seorang pelancong dari Johor (
Salah satu Negeri Persekutuan Malaysia sekarang) memasuki di Patani, Ia membuat
catatan apa yang dilihatnya selama di Patani. Seketika ia berada di daerah
BaNa, Sunggai panae, Distrik Muang hari ini, dia terkagum karena belum pernah
melihat Seluruh Nusantara (di wilayah Semenanjung Melayu) yang mengadakan pendidikan
kepada anak-anak.
Di masa lalu, pelajar kebanyakan di kalangan
orang muda dan tua, Anak-anak jarang belajar, hanya belajar Al-Quran, Namun apa
yang dilihatnya di sana ia mencatakan dalam bahasa Melayu Jawi, "يڠ بلاجر دودوق اتس بڠكو اد ميجا يڠ
مڠاجر برديري ڬونا ڤاڤن", artinya “Yang
belajar duduk diatas meja yang mengajar berdiri di Papan tulis”, Itu yang
dia tulis, Anak-anak duduk di meja, ada meja dan kursi, guru berdiri untuk
mengajar, sulit untuk melihat bahwa guru agama berdiri untuk mengajar, sedangkan
kerapkali memakai sistem pengajaran Islam kuno Baik instruktur maupun pelajar
duduk di lantai.
Jenis pengajaran ini disebut sekolah, 5 hari
pengajaran dan pembelajaran yang merupakan pengajaran sistematis Tidak ada
sistem pondok, tetapi adalah sistem kelas Di sini disebut sekolah bukan bahasa
Arab.
Kata Sekolah berasal dari bahasa Turki
‘sekola’, tetapi bahasa Inggris disebut School sampai 1949, pemerintah baru
saja mulai membangun sekolah akedimik di wilayah tersebut, namun
sekolah-sekolah di kota itu sudah ada di Patani, (Yaitu Sekolah
Benjamarachuthit) tetapi masih tidak menyebut sekolah saat ini seperti sekolah
tinggi Yang dibangun pemerintah pada 1917 sebelum Tadika 1 tahun.
Justeru Ketika pemerintah Thailand membangun
sekolah dasar di masyarakat dan daerah Pemerintah telah membuat sekolah besar
sejak era 1949, Karena itu membuat orang Patani memanggil sekolah Thailand,
manakala Tadika itu disebut Sekolah Melayu, sehingga ada perbandingan antara
Sekolah Melayu dan sekolah Thailand yang baru dibangun.
Saat membandingkan Karena itu mengakibatkan
muncul tentangan di kalangan warga dan pemerintah, ketika pemerintah Thailand
membangun sekolah dasar sebelum memanggil sekolah Thailand (Disebut sekolah
dasar kemudian),Pembangunan sekolah dasar tidak berhasil dan populer di
kalangan warga Patani. Akhirnya, pemerintah Thailand melarang sekolah-sekolah
Melayu (perintah tertutup) , tuntutan penutupan menyebabkan konflik itu dimulai
dengan kekerasan semasa perdana Pibul Songkram.
Keresahan dan Desakan warga Patani sehingga
muncul kasus menangkap guru-guru Tadika, menculik guru, sampai pemerintah
Thailand tampaknya lebih bermasalah. Akhirnya juga diperintahkan untuk dibuka
kembali Karena Kementerian dalam Negeri mengumumkan peraturan Peraturan tentang
pendidikan dan pendidikan yang ketika dibuka kembali, ada syarat yaitu 1,
jangan panggil sekolah Melayu (semasa itu, kata Melayu juga dilarang).
Kemudian Pada tahun 1951, sekolah tersebut
diguna dengan nama TADIKA, karena dilarang memanggil sekolah-sekolah Melayu,
Karena itu merupakan kata baru, istilah baru yang disingkat dari Taman Didikkan
Kanak-kanak, nama ini berasal dari menyalin sekolah-sekolah Inggris yang
membangukan buat kanak-kanak Melayu di Pulau Pinang (Penang, Malaysia) untuk
belajar.
Setelah itu, Tadika tersebut harus belajar pada
hari-hari yang tidak normal Sekolah Thailand, Sekolah Thailand membuka pada
hari Senin hingga Jumat, sedangkan sekolah TADIKA Hanya hari Sabtu dan Minggu,
adapun mata pelajaran lain seperti Sejarah Sosial, Matematika, Mata Pelajaran
akademik di Dunia, telah dipotong selama 2 hari, hanya ada waktu untuk belajar
agama dan bahasa Malayu dasar.
Sekolah-sekolah Melayu hanya dipanggil secara
lisan bagi warga daerah tersebut, namun Tadika sebagai nama resmi Thailand
untuk dihindari kata-kata Melayu yang tersirat dengan identitas nasionalisme
Melayu Patani. Secara tidak sadar, pemerintah Thailand mencoba untuk
mengapuskan identias dan jati diri bangsa Melayu Patani, sehingga mereka lupa
akan bahasa ibunda sendiri, yaitu bahasa Melayu.
Sumber : TUNAS Online, 05 Februari 2019.
0 komentar:
Posting Komentar