Di tengah kegembiraan
kita sebagai muslim mayoritas di dunia, di sebuah negeri yang sebentar lagi
akan melaksanakan pesta demokras. Pemilihan Presiden dan Legislatif/parlemen.
Sungguh beruntung
bangsa-bamgsa Melayu Austronesia di negeri ini berhasil mendirikan sebuah
negara yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang setiap 17
Agustus bergembira merayakan hari kelahirannya.
Begitu juga bangsa
Melayu Austronesia di Malaysia dan Brunei Darussalam, mereka bahagia punya
negara sendiri.
Tapi sungguh malang
nasib saudaranya di Selatan Thailand, setiap kali saudaranya, atau kakaknya
yang kesatu (Indonesia) dan kakaknya yang kedua ( Malaysia) merayakan
kemerdekaannya di bulan Agustus, mereka menangis menjerit-jerit.Sedih, pilu,
tak terahan, karena menahan sakit, menahan derita yang begitu panjang.
Semenjak Perjanjian
Anglo-Siam pada tahun 1909 M, wilayah semenanjung dibagi kue oleh Inggris dan
Thailand, sebagian menjadi jajahan Inggris yang kemudian merdeka menjadi negara
di Diraja Malaysia, sebagian lagi diberikan kepada Thailand, yaitu wilayah yang
dulunya merupakan wilayah Kerajaan Islam Patani meliputi hampir seluruh bagian
Thailand Selatan sekarang.
Namun dengan kebijakan
pemerintah Thailand, terutama semenjak pemimpin Ultra Nasional Phibul Shongkram
yang melakukan program asimilasi dan migrasi, wilayah Patani semakin mengecil,
di huni sekitar 4 juta Muslim Melayu, di empat wilayah yaitu Patani,
Narathiwat, Yala, dan lima Distrik di Provinsi Songkla.
Selama beratus-ratus
tahun mereka mempertahankan identitas ke-Islaman dan kebudayaan Nusantara.
Selama itu pula penindasan dari pihak militer Thailand dan pemerintah Thailand
yang bersifat mendua dialami saudara Muslim Melayu di Wilayah Selatan.
Muslim di sini
diperlakukan diskriminatif dari berbagai segi: pendidikan, ekonomi, dan
terutama hukum. Nyawa muslim di sini tidak ada harganya, bagaikan binatang,
penembakan tanpa alasan sering terjadi, penculikan oleh pihak tentara sudah
biasa, penghilangan nyawa tanpa sebab pun sering terjadi, penggeledahan rumah penduduk
dan lembaga pendidikan terutama Pondok sering dilakukan.
Kehidupan anak-anak,
dan masyarakat sipil setiap hari dipenuhi ledakan bom, tembakan bedil,
pembunuhan yang tiba-tiba, dan dihiasi tank-tank dan moncong laran panjang
bedil-bedil tentara Thailand.Tidak sedikit orang yang sedang sholat dan ibadah
di sebuah mesjid tiba-tiba diberondong senjata api tentara hitam yang mabuk,
bergelimpangan lah mayat Muslim tak berdosa.
Kekerasan demi
kekerasan setiap hari disaksikan anak-anak Muslim Melayu Patani. Pelanggaran
HAM begitu banyak di wilayah ini. Lebih dari 6000 orang telah tewas dan 10.000
terluka antara 2004 sd 2014, lebih dari 5000 wanita menjadi janda, dan sebanyak
2000 lebih anak-anak menjadi yatim piatu. Belum harta dan kekayaan.
Peristiwa yang menimpa
saudara kita di Patani, hendaklah menjadi bahan renungan buat kita yang
mayoritas, bahkan negara terbesar dan terbanyak penduduk muslim di dunia.
Kita sekarang asyik
saling menjatuhkan dan menjelekkan sesama Muslim karena sebab Pilpres dan
Pileg. Padahal kita ini saudara. Semoga ummat Islam di negeri ini tidak pecah
berantakan sebagaimana dikehendaki oleh orang-orang yang memusuhi Islam, dan
bangsa-bangsa yang ingin menguasai negi yang sangat kaya akan sumberdaya
alamnya ini.
Sadarlah bahwa saudara
kita di Palestina, Suria, Myamar, Patani, Afrika Tengah, dst sangat menunggu
pertolongan kita yang mayoritas dan kaya akan sumber daya alam Semoga persatuan
Dalam Ummat Islam tetap terjaga. Amiin ya Allah.
Sumber : Asep Achmad
Hidayat, 02 Februari 2019.
Photo : Turanisia.
0 komentar:
Posting Komentar