Senin, 01 April 2019

Peran Perempuan Patani Dibawah Tekanan Militer


15 Tahun kerusuhan konflik dan kekerasan di Patani, provinsi di perbatasan selatan yaitu provinsi Narathiwat, Yala, Pattani, Setun, dan lima distrik dalam provinsi Songkhla telah mengakibatkan banyak kehilangan nyawa dan harta benda merusak mendampak terhadap kondisi sosial masyarakat dan penghidupan rakyat awam. Lebih-lebih lagi itu kondisi mental, perasaan, dan masyarakat secara langsung dan tidak langsung. Salah satunya yang harus menerima nasib penderitaan berat adalah perempuan dan anak.

Dikutip dari media page Facebook Perwani, baru-baru ini Persatuan Perempuan Patani (PERWANI) menyelenggarakan kegiatan diskusi tingkatkan kemampuan perempuan dengan pembangunan perdamaian (Bicara Perempuan Patani) digelar di tempat pusat pendidikant taman didikan kanak-kanak (tadika), Masjid Nurhayatuf Syarif, distrik Sabayoi, Provinsi Songkhla, Jum’at (22/3/2019) pekan lalu.

Kali ini Bicara Perempuan Patani mengangkat tema “Peranan dan Fungsi Perempuan dalam membangun keluarga bahagia”, acara ini menghadiri peserta ibu-ibu di masyarakat sekitar.

Perwani melakukan berbagai kegiatan di daerah yang terjadi konflik, seperti memberikan pelatihan dan pendampingan terhadap para janda yang suaminya menjadi korban kekerasan militer. Namun, para militer Thailand yang bertugas di Patani selalu mengencam dan tindakannya yang menekankan agar program kegiatan yang dilakukan oleh Perwani tidak bisa dilaksanakan dengan baik.

“Banyak tantangan yang dihadapi kami saat menjalankan program di masyarakat karena pemerintah tak mendukung kami, bahkan kantor kami pernah didatangi militer. Begitu juga ketika kami turun ke kampung karena militer selalu memantau kami,” kata Huda binti Husen aktivis Perwani, sebagaimana dikutip dari tabloidjubi.com.

Pewani adalah kelompok civil society organizations (CSO) yang mengkampanyekan hak-hak perempuan Patani, terutama mereka yang jadi korban kekerasan. Perwani berharap membangun kekuatan dalam menjaga perlindungan hak dalam tekanan agar mereka bisa hidup sehari-hari seperti masyarakat umumnya dan siap untuk menghadapi berbagai masalah di tengah-tengah kerusuhan yang terjadi.

Huda melanjutkan bicaranya dengan wartawan Jubi di Patani, kami memotivasi dan mendampingi para perempuan untuk meningkatkan ekonomi keluarganya. Terutama para janda, bagaimana mereka membentuk kelompok usaha. Kami juga memberi pemahaman kepada remaja wanita mengenai hak asasi, hukum dan lainnya, agar mereka bisa melanjutkan perjuangan para aktivis di Patani.

“Namun kadang ketika kami akan membuat program pelatihan di kampung, ada kepala kampung yang tak mengizinkan, karena takut militer. Ketika kegiatan kami berlangsung, banyak militer datang. Akhirnya ibu-ibu ketakutan. Mereka takut ditangkap militer setelah pulang ke rumah,” pungkasnya.

Sumber : TUNAS Online, 31 Maret 2019.
Photo : PERWANI.

0 komentar:

Posting Komentar