15
Tahun kerusuhan konflik dan kekerasan di Patani, provinsi di perbatasan selatan
yaitu provinsi Narathiwat, Yala, Pattani, Setun, dan lima distrik dalam
provinsi Songkhla telah mengakibatkan banyak kehilangan nyawa dan harta benda
merusak mendampak terhadap kondisi sosial masyarakat dan penghidupan rakyat
awam. Lebih-lebih lagi itu kondisi mental, perasaan, dan masyarakat secara
langsung dan tidak langsung. Salah satunya yang harus menerima nasib
penderitaan berat adalah perempuan dan anak.
Dikutip
dari media page Facebook Perwani, baru-baru ini Persatuan Perempuan Patani
(PERWANI) menyelenggarakan kegiatan diskusi tingkatkan kemampuan perempuan
dengan pembangunan perdamaian (Bicara Perempuan Patani) digelar di tempat pusat
pendidikant taman didikan kanak-kanak (tadika), Masjid Nurhayatuf Syarif,
distrik Sabayoi, Provinsi Songkhla, Jum’at (22/3/2019) pekan lalu.
Kali
ini Bicara Perempuan Patani mengangkat tema “Peranan dan Fungsi Perempuan dalam
membangun keluarga bahagia”, acara ini menghadiri peserta ibu-ibu di masyarakat
sekitar.
Perwani
melakukan berbagai kegiatan di daerah yang terjadi konflik, seperti memberikan
pelatihan dan pendampingan terhadap para janda yang suaminya menjadi korban
kekerasan militer. Namun, para militer Thailand yang bertugas di Patani selalu
mengencam dan tindakannya yang menekankan agar program kegiatan yang dilakukan
oleh Perwani tidak bisa dilaksanakan dengan baik.
“Banyak
tantangan yang dihadapi kami saat menjalankan program di masyarakat karena
pemerintah tak mendukung kami, bahkan kantor kami pernah didatangi militer.
Begitu juga ketika kami turun ke kampung karena militer selalu memantau kami,”
kata Huda binti Husen aktivis Perwani, sebagaimana dikutip dari
tabloidjubi.com.
Pewani
adalah kelompok civil society organizations (CSO) yang mengkampanyekan hak-hak
perempuan Patani, terutama mereka yang jadi korban kekerasan. Perwani berharap
membangun kekuatan dalam menjaga perlindungan hak dalam tekanan agar mereka
bisa hidup sehari-hari seperti masyarakat umumnya dan siap untuk menghadapi
berbagai masalah di tengah-tengah kerusuhan yang terjadi.
Huda
melanjutkan bicaranya dengan wartawan Jubi di Patani, kami memotivasi dan
mendampingi para perempuan untuk meningkatkan ekonomi keluarganya. Terutama
para janda, bagaimana mereka membentuk kelompok usaha. Kami juga memberi
pemahaman kepada remaja wanita mengenai hak asasi, hukum dan lainnya, agar
mereka bisa melanjutkan perjuangan para aktivis di Patani.
“Namun
kadang ketika kami akan membuat program pelatihan di kampung, ada kepala
kampung yang tak mengizinkan, karena takut militer. Ketika kegiatan kami
berlangsung, banyak militer datang. Akhirnya ibu-ibu ketakutan. Mereka takut
ditangkap militer setelah pulang ke rumah,” pungkasnya.
Sumber
: TUNAS Online, 31 Maret 2019.
Photo
: PERWANI.
0 komentar:
Posting Komentar